Oleh : Ust Ahmad Habbibul Muiz,Lc (Pembantu Ketua (PUKET) IV STIDKI AR RAHMAH)
Hari ini, 1 Mei, adalah hari buruh se-dunia(May Day). Hampir semua buruh mengapresiasi hari buruh itu dengan beragam kegiatan. Namun bagaimana sebenarnya Islam memandang hari buruh ini sebagai sebuah adab muamalah antara pengusaha(majikan) dan pekerja.
Islam memandang, hubungan majikan dengan pekerja adalah bagian dari bentuk mu’amalah antar manusia yang semestinya didasarkan pada prinsip prinsip sama antara hak dan kewajiban serta saling menghormati dan menghargai. Keduanya saling membutuhkan meskipun kendali utama ada pada majikan.
Menurut Islam, setidaknya dalam bingkai konsep muamalah seharusnya didasarkan pada prinsip:
1. Ibadah dengan kesadaran bahwa apa yang dilakukan hakekatnya adalah ibadah juga maka perlu menyandarkannya pd semangat pengabdian
2. Taqwa : ketaqwaan adalah kesadaran diri untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal, sehingga setiap perilaku dan kebijakan yang diambil akan selalu mempertimbangkan maslahat bersama. Tidak berbuat dholim satu sama yang lain
3. Amanah : masing-masing harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan dan disepakati
4. Ta’awun : saling tolong menolong, keberhasilan di satu pihak akan menguntungkan pihak lain demikian pula sebaliknya
5. Ikhlas semua dikerjakan dengan motif dan niat yang jelas, tulus, dan semangat berkarya
Secara regulatif hubungan kerja antara pemilik perusahaan dengan karyawan sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan No 13 Th 2013 dan turunannya sebagai suatu aturan hukum yang mengikat keduabelah pihak. Meskipun di lapangan implementasinya tidak sama bergantung kepada kemauan kedua belah pihak serta kemampuan pemilik modal usaha dalam memenuhi hak-hak karyawannya.
Faktor non-teknis dari luar seringkali juga berkontribusi membuat atmosfir usaha mengalami goncangan, seperti suasana perekonomian global, kuatnya persaingan usaha, dan lainnya sehingga stabilitas kerja dan usaha makin terganggu.
Dalam suasana seperti ini yang dibutuhkan adalah keterbukaan, kejujuran serta kekompakan dalam menghadapi kondisi sehingga stabikitas dan keresahan kerja bisa diatasi. Mudah-mudahan ke depan kesetaraan, saling menghormati, menghargai mampu menciptakan stabilitas ekonomi makro dan mikro dan memberikan keuntungan yang berkah kepada pelaku dunia usaha serta para pekerja
Maraknya demo-demo buruh yang terjadi dalam rangka hari buruh tersebut sebenarnya konstitusional. Demo buruh untuk menyuarakan aspirasi adalah hak yang dilindungi undang-undang. Maka gunakanlah dengan baik dan bertanggungjawab agar harapan dan aspirasinya bisa dipahami oleh banyak pihak terutama oleh pengambil kebijakan maupun pemilik usaha.
Seringkali aktivitas unjukrasa ini disebabkan karena kebuntuan komunikasi, perasaan ketidakadilan, tuntutan dan tekanan ekonomi sosial, tuntutan kesejahteraan, PHK dan lainnya. Jika semua dapat diatasi dan diminimalisir maka stabilitas ekonomi dan geliat usaha akan beranjak makij membaik, namun jika salah kelola maka dampak buruknya akan kemana-mana.
Sekedar mengingat, sejarah hari buruh dunia memang tidak terlepas dari fakta adanya eksploitasi buruh oleh para majikan untuk keperluan produksi pada abad 18 -19 di Eropa Barat dan Amerika Serikat.Buruh harus bekerja bahkan hingga 20 jam sehari dengan upah yang sangat minim. Karenanya, pada 1 Mei sampai dengan 4 Mei 1886 di Amerika Serikat berlangsung demonstrasi buruh yang diikuti lebih dari 400 ribu buruh.
Bahkan, pada 4 Mei itu banyak buruh ditembaki polisi hingga ratusan meninggal dunia dan para pemimpinnya ditangkapi. Pada Juli 1889 Kongres Sosialis Dunia di Paris menetapkan 1 Mei sebagai hari buruh sedunia. (*)